Jumat, 07 November 2014

Nasib Penyapu Jalan Mbok Menur dan Anaknya
Oleh : Rizda Alifiana Wiranda Putri
SMPN 1 Magetan

Suara Menik tersisa isahnya
“Mbok, aku lapar !”
Ya nak, sabar mbok belum mempunyai uang yang cukup untuk membeli makanan.”
Tapi Menik sangat lapar mbok!.’’ Menik terus memegangi perutnya”
Ya nak nanti mbok akan meminta sisa makanan di warung-warung untuk pengganjal perut kita.’’
Wajah Mbok Menur tampak murung dia hanya bisa membayangkan betapa perih perut ini menahan lapar seharian. Kisah kehidupan mereka sangat menyedihkan semenjak bapak Menik meninggalkan rumah dan tak pulang-pulang. Sehari-hari Mbok Menur bekerja menyapu jalanan dibantu oleh anaknya Menik.  Di rumah gubuk yang di tinggali Mbok Menur dan Menik memang sangat memperihatinkan gentingya sudah banyak yang rusak dan hampir roboh, dindingnya yang terbuat dari anyaman bambu sudah tidak layak, lantainya pun hanya terbuat dari tanah. Halaman rumah Mereka pun banyak tumpukan sampah yang tidak terawat dan menimbulkan bau tidak sedap, dan bibit penyakit
          Matahari mulai memanggang tubuh Mbok Menur dan Menik beberapa kali mereka mengusap keringat di kening nya. Dari menyapu jalan lah keluarga itu dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Menik mengkuti mboknya menyapu jalan sambil terus memegangi perut menahan lapar.
          Mata orang yang melihat mereka merasa iba dan kasihan. Tidak jarang Mbok Menur dan Menik disindir banyak orang karena pekerjaanya yang hanya seorang penyapu jalan. Mereka hanya bisa pasrah dan mengelus dada, tetapi tak jarang juga, ada orang berhati mulia yang mau memberi sedekah pada mereka.
          Saat mereka istirahat di pinggir jalan. Mata Menik melihat ke arah anak-anak berseragam biru-putih yang bergembira ria, berbeda denganya yang sehari-harinya hanya membantu mboknya menyapu jalan. Dalam hati kecilnya ia memendam sebuah keinginan, yaitu keinginan untuk bersekolah. Sekarang keinginan itu hanya tinggal angan-angan Menik pun sedikit meneteskan air mata dan menyembunyikan kesedihannya
“ Apakah kamu sedang menangis, Menik ?’’
‘’ Tidak mbok, mata Menik hanya kemasukan debu !’’ Menik menutupi kesedihannya
“ Jangan bohong Menik, mbok tau apa yang kamu rasakan !”
“ Tidak mbok, Menik tidak bohong”
Menik kita harus menerima kenyataan nasib hidup kita inilah hidup anugerah dari tuhan yang harus di syukuri.
“ Ya mbok Menik mengerti.
“Kamu belum mengerti Menik, kemiskinan yang sesungguhnya adalah kemiskinan hati bukan harta. Apakah hati kamu bisa menerima kenyataan ini ?”
Menik hanya terdiam. Hatinya luluh karena kata-kata mboknya sungguh mnyentuh perasaan dan Menik hanya bisa menahan perasaan  yang selau mendesaknya itu !. Menik dan Mboknya melanjutkan  mennyapu di tempat lain. Di tengah jalan mereka terhenti sejenak mereka menemukan sebuah dompet yang tergeletak lalu diambil dan dibuka pelan-pelan oleh mbok Menur. ternyata ada banyak sekali uang, surat-surat dan kartu penting. Ia mengambil dan membaca KTP di dalam dompet itu dan Ia berusaha mengembalikan dompet itu pada pemiliknya. ternyata pemiliknya adalah seorang ibu yang kaya raya. Saat mau menyerahkan dompet tersebut ibu  yang kehilangan dompet itu terlihat kebingungan dan mencari-cari dompet tersebut. Lalu Mbok Menur dan Menik menghampiri dan menyerahkan dompet tersebut. Karena sangat gembira dompetnya ketemu karena kejujuran dan kebaikan hati dari Mbok Menur dan anaknya Ia mengucapkan banyak terimakasih dan meminta pada Mbok Menur dan Menik untuk ikut menjadi anggota keluarganya
          “Mbok begini saja, apakah mbok dan Menik mau tinggal bersama saya semua kebutuhan kalian akan terpenuhi dan mbok juga tidak usah lagi bekerja keras menyapu jalan.”
          Simbok terdiam selama beberapa saat. Beliau memejamkan mata
          “Itu semua terserah Menik saja, Bu. Saya tidak keberatan” jawab si mbok. Menik menatap si mbok kasihan. Menik ingin bersekolah tanpa membebaninya. Sehingga Menik memutuskan untuk mau di ajak ibu orang kaya tersebut
. Akhirnya mulai saat itu Menik bisa bersekolah seperti teman-temannya yang lain dan hidup bahagia.



2 komentar: