Rabu, 05 November 2014



Ketabahan Si Jenius
Kegelisahan menyelimuti si Tono. Seorang anak kelas 1 SMP yang terlahir dari keluarga yang berekonomi minim. Namun ia anak yang sangat pandai saat sekolah dasar ia sering di panggil “Si Jenius” anak ini peraih nilai UN tertinggi di kotanya saat SD. Kepandaiannya itu sampai membuat ia dipanggil di salah satu Sekolah Menengah Pertama favorit di kota nya dengan biaya pendaftaran dan buku gratis, awalnya Tono minder dan tidak percaya diri dengan tawaran itu dikrenakan siswa-siswi di sekolah itu sebagian besar dari kalangan orang berada, tetapi demi ingin membanggakan ibunya yang dari dulu sangat ingin memasukkan nya ke sekolah itu dan tidak ada biaya lebih akhirnya Tono mau.
Sekarang kegelisahan pada diri tono semakin menjadi. Setelah hampir 1 tahun menimba ilmu di situ ia semakin tidak betah. Di sana ia dikucilkan, dicaci maki,dan dihina. Tidak ada satupun teman yang dekat dengan nya. Suatu pagi ia dihina oleh beberapa temannya
“Hey Tono, kenapa kamu masih saja betah ada di sekolah favorit ini ?”. kata teman Tono bernama Rendi dengan nada merendahkannya.
“Ren, aku di sini hanya ingin mencari ilmu, walau aku tidak mempunyai teman akrab di sini aku ikhlas yang penting aku harus membanggakan orang tua ku”. Jawab Tono dengan bijak.
Rendi pun terus mengolok-oloknya
“Hallah !! nggak usah sok baik dan sok bijak kamu !!!”.
“Lihat dirimu, dekil, kusam, bau, sepatu dan seragam mu pun sudah tak layak pakai”.
“Dasar anak miskin !!”. teriak beberapa temanya dengan merendahkan dia.
Sekarang yang dirasakan Tono hanyalah sakit hati dan kegelisahannya, apakah dia mampu bertahan di sekolah ini ?. Sangat malang nasib Tono hidup dan kesehariannya saat ini tidak membuatnya gembira justru tertekan bersekolah di sana. Saat pulang sekolah di rumah seperti biasa ibunya brtanya
“Bagaimana sekolah mu hari ini nak ?”. ibu bertanya
“Baik bu seperti hari-hari sebelumnya Tono sanyat senang”. Tono selalu berkata bohong demi  membuat senang sang bu.
“Syukurlah nak, sekarang kamu makan dulu walau lauknya sangat sederhana”.
“Tidak apa-apa bu walau tidak ada lauk pun aku akan tetap mensyukurinya”. ia lalu mengambil secentong nasi dan tempe separu untuk lauknya. Di lingkungan rumah justru membuat ia senang karena di sana ia mempunyai banyak teman yang senasib denganya yang tinggal di pinggir tanah kuburan yang kumuh jadi tidak ada olok-olok maupun caci maki, teman-teman Tono pun banyak yang tidak sekolah karena keterbatasan ekonomi juga. Si Jenius sangat bersyukur karena masih bisa bersekolah di sekolah favorit itu, walau banyak pembayaran di sekolah yang masih menunggak. Sepulang sekolah ia sering mencari pekerjaan membantu ibunya yang hanya buruh cuci , ayahnya pun bekerja di luar kota dan tak pernah pulang juga tak pernah memberi kabar, demi uang sekolah yang baginya masih sangat mahal. Walau Tono sudah mendapat dana bantuan dari sekolah. Tak jarang ia bekerja di pencucuian tempat tetanganya . Setelah cukup sore Tono pulang untuk membantu ibunya mencucui pakaian yang keesokan harinya akan diambil oleh pemiliknya, setelah itu ia belajar. Sungguh melelahkan hari-hari yang dijalani Tono. Ia pun hanya bias pasrah dengan kehidupan nya saat ini . Dia juga bercita-cita menjadi seorang dokter agar dapat mengangkat derajat keluarganya. Pagi pun datang, Tono pun bergegas pergi sekolah seperti  biasa ia berjalan kaki dan berpamitan dengan ibunya. Sesampainya di sekolah ternyata dia dipanggil oleh kepala sekolah, dia dimintai uang sekolah yang sudah menunggak beberapa bulan.
“Ton, kapan kamu akan melunasi uang sekolahmu yang sudah menunggak lama itu ?”. Tanya sang bapak kepala sekolah.
“Saya belum tahu pak, Saya juga belum mempunyai uang yang cukup untuk membayarnya, hasil kerja ibu saya selama ini pun juga belum cukup karena uang itu hanya cukup untuk makan sehari-hari saja pak”
“Tapi kamu itu sudah berbulan-bulan belum menunggak !! Kamu tidak bisa seenaknya seperti ini !”
“Saya tahu pak, tapi…”
“Tapi apa lagi ?? Begini saja bapak beri kamu waktu seminggu untuk melunasinya, sekarang kamu boleh kembali ke kelas”.
“Baik pak”
Tono pun hanya tertunduk karena belum sanggup membayar uang itu
Tono kembali ke kelas, saat pulang sekolah ia tidak berani bercerita pada ibunya. Ia juga memasang muka murung dan mengunci diri di kamar. Ibu Tono pun bingung dan cemas dengan apa yang terjadi dengan anaknya itu, dan ia terus memanggil nama Tono dan menggedor-gedor pintu kamar Tono, akhirnya ia pun mau keluar. Sungguh sebenarnya ia tidak tega bercerita pada ibunya itu.
“Apa yang terjadi padamu nak ?”.
“Bu…kepala sekolah menagih uang sekolah yang menunggak berbulan-bulan itu. Ia memberi waktu pada ku semingu untuk melunasi nya bagaimana ini bu ?”.
“Tonn..jika ibu punya uang pasti ibu sudah membayarnya tapi ibu benar-benar tidak mempunyai uang.Untuk makan dan keperluan sehari-hari saja ibu harus pandai mengaturnya., maafkan ibu nakk..”
“Ibu juga tidak mungkin berhutang lagi pada tetangga karena ibu juga sudah banyak berhutang”. Ibu Tono sangat sedih dengan kejadian ini,dan bingung apa yang harus dilakukannya.
“Baiklah bu, Tono mengerti. Sebaiknya Tono berhenti sekolah saja Tono ikhlas bu..lagi pula Tono bisa belajar di rumah dengan buku-buku yang seadanya”.
“Jangan nak kamu harus tetap sekolah..apakah ibu perlu menjual rumah ini demi sekolahmu ?”
“Tidak apa-apa bu. Jangan di jual rumah ini, jika di jual kita akan tinggal di mana ??ini harta berharga satu-satunya bu juga rumah ini tidak menjamin aku untuk terus sekolah..Tono ikhlas bu..”.

Ibu menangis melihat anaknya yang sangat tegar dan menerima kenyataan ini. Keesokan harinya Tono berpamitan dan meminta izin untuk berhenti sekolah walau sangat berat rasanya. Akhirnya dia pun menghabiskan waktunya untuk bekerja membantu ibunya tetapi, ia tetap menyisakan sedikit waktunya untuk belajar dan beribadah . Sungguh berbakti sekali Tono pada ibunya..

By        : Rizda Alifiana W.P / 8e Snesma/ 26

Tidak ada komentar:

Posting Komentar